Senin, 16 Maret 2015

I'd love to !

Hampir semua orang pengen keluar negeri, buat kerja, sekolah, bahkan sebagian besar adalah travelling. Aku pun tak menapik bahwa aku termasuk salah satu mereka. Sejak SD aku sudah jatuh cinta dengan bahasa asing yg membuat lidah menari nari tak karuan itu. Iya, English...
Sejak SMA, aku sudah memimpikan untuk melanjutkan pendidikan sarjana di universitas di luar negeri,, aku merengek ke papa dan mama mendekati Ujian Nasional SMA dulu.
Namun apalah daya, karena kendala umur dan keuangan, mereka langsung mengatakan TIDAK.
Aku pun terdiam. Melihat wajahku yang memelas, papa menyambung kalimatnya "kalau mau sekolah di luar negeri, jadi anak pintar, dan ikut beasiswa". Tak bisa di pungkiri, karena keadaan keluarga yang bisa disebut Miskin, aku mengubur setengah mimpiku. Namun, perkataan papa membuat hatiku luluh dan menggetarkan semangatku untuk lebih giat belajar. Dan waallaaaaa! Aku lulus dengan prestasi terbaik kedua di Sekolahku. Aku bangga membanggakan kedua orang tuaku dengan prestasiku, walau tak seberapa menurutku.
Papa kemudian ingin aku segera melanjutkan sekolah sarjana di Gorontalo, kampung halamannya. Walau tak terlalu jauh dari kampung halamanku, yah kalau naik kapal butuh sehari untuk sampai kesana. Tapi, itu pertama aku harus meninggalkan kampung halamanku untuk waktu yang lama. Di kampung halamanku, universitasnya belum ada yang negeri, jadi papa ingin aku bersekolah di sekolah negeri agar lebih berkualitas dan memiliki banyak peluang.
Benar saja, banyak hal yang aku dapatkan selama kuliah, sayangnya papa ingin aku memfokuskan ke perkuliahan bukannya pendidikn nonformal lainnya.
Sebagai anak yang masih baru mengenal dunia perkuliahan, aku pun tak begitu fokus dengan apa yang papa katakan, rasanya aku ingin join ke semua organisasi. Dari masuk komunitas Taekwondo, organisasi Kabupaten Banggai (untuk mahasiswa- asli kampung halamanku), PMII, kelompok belajar, English club dari fakultas sastra san budaya walau hanya sebentar, hingga menjadi seorang penyiar. Kesibukan yang sekaligus aku kumpulkan membuatku belajar mengatur waktu. Dan karena papa melarangku, keadaan pun memaksaku untuk menentukan prioritas hidupku. Aku bersyukur akhirnya aku bisa belajar memilih yg menurutku terbaik untukku.
Tepat pertengahan perkuliahan, aku di coba Allah dengan di ambilnya papa dari ku dan keluarga, hal terburuk yang pernah terjadi dalam hidupku.
Mama, kakak, dan adik-adikku membuatku harus kuat.
Semua ku tinggalkan, fokus pada satu permintaan papa, Kuliah.
 Akhirnya aku wisuda lebih cepat dari seharusnya, 3,5 tahun ku selesaikan Sarjanaku, membuat orang tua dan keluarga bangga padaku. Aku menepati janjiku pada mama dan papa.
Perjuanganku tak luput dari usaha kakak yang bekerja keras menafkahi kami semenjak papa berpulang kepadaNya.
Walau ia tak lagi kasat mata, aku selalu merasa ia terus melindungi ku dan keluargaku.
Ingin ku melanjutkan studiku ke gelar Master, aku ingin menjadi seorang dosen, aku ingin mendapatkan beasiswa, aku ingin melanjutkan mimpiku yang sempat terkubur semasa SMA dulu.
Jalanku semakin luas, peluang dimana mana terbuka, beasiswa tersebar ke seluruh penjuru wilayah di Indonesia. Namun, beasiswa adalah beasiswa, untuk mendapatkannya pun memerlukan dana yang tak sedikit, apalagi aku ingin melanjutkannya di negara lain yg mengharuskanku memiliki bahasa inggris yg baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar